Bad News

Morning after morning we receive alerts on our smart phones cheering us onto the day. In the beginning it felt easier, the notifications weren’t so frequent and the news felt far away. We didn’t know…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




My Sugar

Sang mentari yang kala itu masih bersinggah di langit tampak mulai lelah memberikan sinarnya namun enggan untuk berhenti lantaran dirinya masih memiliki waktu yang tersisa sebelum kembali ke peristirahatannya. Sang peri angin pun kini cukup enggan untuk bermain di alam luar seperti biasanya. Sejauh mata memandang, tidak terlihat satupun eksistensi dari awan hitam di langit biru itu menyakinkan semua insan yang mengamati bahwa cuaca hari itu tetap akan baik. Meskipun begitu, cuaca yang cerah dan panas itu tidak membuat sang puan bersurai hijau lepas dari perasaan dingin yang menyelimutinya. Tangannya yang ia kepalkan satu sama lain membuatnya seolah terlihat seperti memanjatkan doa tentang apapun atau siapapun yang akan ia hadapi di dalam sana.

Sucrose— yang kini tengah berdiri di depan pintu perpustakaan yang tertutup itu menggembungkan pipinya sebelum menghela nafasnya kuat. Semester gangsal tahun ajaran itu baru akan dimulai pada hari Senin selanjutnya sehingga kampus masih sepi kala Sabtu itu. Hal itu pun menjelaskan mengapa pintu perpustakaan itu tertutup rapat. Beberapa menit sebelum Sucrose meninggalkan kediamannya, ia mendapat pesan dari Albedo yang berkata untuk langsung masuk saja ke perpustakaan itu. Disini lah ia kini. Ini adalah kali keduanya bertemu dengan Albedo, meskipun pertemuan sebelumnya tidak bisa dihitung sebagai sebuah pertemuan sebenarnya mengingat Sucrose tidak mengatakan apapun saat itu. Jangankan untuk mengujarkan satu atau dua kata, untuk memproses kejadian itu saja membutuhkan waktu yang cukup lama baginya.

Setelah memantapkan hatinya, tangan kanan sang puan perlahan terangkat menuju kenop pintu yang sangat besar itu. Ia pun mendorong pintu besar itu dengan perlahan berharap ia tidak menimbulkan suara yang mengganggu siapapun yang berada di dalam sana.

Sementara di dalam perpustakaan yang terhitung besar itu, tampang sang lelaki dengan rambut blonde-nya yang sedikit ia kuncir ke belakang tengah berkutat dengan laptop, kamera, dan beberapa kertas yang tersebar di meja. Matanya menatap lurus ke layar laptopnya sementara tangannya sibuk menekan tombol yang terdapat pada mouse secara bergantian. Hanya ada ia sendiri disana. Lelaki itu memang merasa bahwa dirinya bisa lebih berkonsentrasi jika ia bekerja di tempat yang sunyi atau bahkan hening. Itu pula lah alasannya memilih untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tersisa —memilih hasil foto dari orientasi untuk dicetak dan dipajang di majalah dinding— di perpustakaan yang sunyi itu.

Pekerjaan sang tuan terinterupsi lantaran ia mendengar suara pintu perpustakaan yang terbuka sekitar sepuluh meter dari tempatnya duduk. Ia sebenarnya sudah tau siapa yang berada di balik pintu itu. Siapa lagi jika bukan adik tingkat yang ia pinjamkan dasi kemarin, Sucrose. Albedo tetap fokus mengerjakan pekerjaannya meskipun sudut matanya tetap melirik ke arah pintu yang sedang menunjukkan kepala Sucrose yang matanya celingukan melihat perpustakaan atau mungkin mencari keberadaan Albedo, sementara badannya masih bersembunyi di balik pintu di bagian luar perpustakaan. Wajah gadis itu tampak bingung namun sedetik kemudian berubah menjadi ekspresi kaget sekaligus kagum saat melihat isi perpustakaan kampus barunya itu. Mulutnya sampai sedikit terbuka membentuk huruf O yang sukses mengundang sudut kiri bibir Albedo untuk naik dan kembali membentuk senyum tipis. Merasa Sucrose sudah menemukan keberadaannya, Albedo secepat mungkin mengalihkan pandangannya kembali pada layar laptopnya, berpura-pura fokus mungkin. Albedo merasakan Sucrose melangkah mendekat dengan suara langkah kaki yang sangat kecil.

“Permisi, Kak Albedo?” Panggil Sucrose yang lebih terdengar sebagai bisikan. Albedo mengalihkan wajahnya ke arah Sucrose sambil tersenyum kecil membuat Sucrose mengedipkan kedua matanya beberapa kali.

“Sucrose ya?”

Ah, benar. Itu tujuannya datang kesini. Sucrose sampai melupakan hal itu sejenak setelah melihat wajah dan senyum Albedo dengan jelas untuk pertama kalinya. Segera ia mengangkat sebuah kotak kecil berwarna hijau yang sedari tadi ia genggam di tangannya.

“Ini, Kak, dasinya. Langsung saya cuci kemarin sepulang ospek. Terima kasih, Kak. Saya tidak jadi dihukum karena Kak Albedo.”

Albedo meraih kotak hijau itu dari tangan sang adik tingkat dan menaruhnya di sebelah kamera miliknya sambil mengangguk sebagai tanggapan atas ucapan Sucrose.

“Lain kali diperiksa lagi barangnya kalau mau pergi.”

Sucrose mengangguk cepat beberapa kali menanggapi nasehat dari Albedo tersebut sementara sang kakak tingkat sekali lagi hanya membalasnya dengan senyum tipis dan kembali melakukan pekerjaannya. Sucrose masih berdiri disana. Dalam hatinya ia sudah ingin pamit dan segera kembali ke rumahnya namun otaknya seakan beku seketika dan tidak mampu merangkai kata-kata berpamitan yang seharusnya sangat mudah.

“Duduk sini.”

“Eh?”

Sucrose mengangkat kepalanya sambil mencoba memastikan apa yang baru saja dikatakan oleh kakak tingkatnya itu. Mungkin saja ia terlalu fokus merangkai kata-kata berpamitan sehingga ia salah mendengar ucapan Albedo. Namun yang dilihat oleh netranya adalah Albedo yang menepuk sisi bangku sebelah kanannya seperti memberi isyarat bagi Sucrose untuk duduk. Sucrose seperti tidak tahu harus bereaksi seperti apa namun ia merasa kakinya bergerak dengan sendirinya menuju sisi bangku yang ditunjuk oleh Albedo. Benar saja, dalam hitungan detik Sucrose sudah duduk di bangku perpustakaan tepat di sebelah Albedo. Matanya lurus menatap meja kosong di depannya sementara kedua tangannya menggenggam erat tali tas selempang yang ia gunakan.

“Sucrose.”

“Iya kak?”

Sucrose menjawab panggilan Albedo dengan sangat cepat seperti orang yang sedang kaget dan hal itu sukses untuk membuat Albedo terkekeh.

“Tunggu sebentar, ya. Mungkin sekitar lima menit lagi. Nanti aku anter aja.”

“Eh, tidak perlu, Kak. Saya bisa naik bus kok dari sini.”

“Jangan menolak, ya?” Albedo mengajukan pertanyaan finalnya yang terdengar lebih seperti perintah dengan mata yang lurus menatap mata Sucrose, membuat sang puan mengatupkan bibirnya segera. Albedo kembali menarik ujung bibirnya dan melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.

“Oh iya, lain kali, jangan pakai 'saya' ya.”

“Lain kali?”

“Iya, lain kali.”

Add a comment

Related posts:

Important Tips When Evaluating Birds For Sale!

Most of the people around the world are fascinated by pets because they entertain their life and also show care and attention and really like. The trend of having a dog or cat is quite up all around…

How To Cope With Petty People

Sometime around eighth grade, I dropped and smashed one of the school laptops in front of my entire class. My peers looked up and almost unanimously burst out laughing. Someone shouted “Well done!” I…

How Bananas Can Help You Combat Constipation

The longer your stools are left in your bowel, the harder and more uncomfortable they become to get rid of. Eating highly processed foods is one of the major culprits. They contain so many artificial…